Malaysia dikenal sebagai negara yang sukses mengelola zakat. Namun, sebelum periode 1980-an, pengelolaan zakatnya pernah mengalami kondisi yang terbengkalai. Ketika itu, belum ada sistem dan sosialisasi zakat, sehingga penghimpunan dana zakatnya relatif masih sangat rendah. Melihat kondisi itu, Majlis Agama Islam (MAI) yang memiliki otoritas besar dalam pengelolaan zakat membuat terobosan dengan membentuk Pusat Pungutan Zakat (PPZ).
Sejak berdirinya PPZ, pengelolaan zakat di Malaysia mengalami perubahan cukup signifikan. Sebagai akibatnya, model pengelolaan zakat ala PPZ ini dicontoh secara luas di negara-negara bagian Malaysia. Kini, selain Wilayah Persekutuan di Kuala Lumpur, lima negeri bagian lain seperti Malaka, Pahang, Selanggor, Pulau Pinang, dan Negeri Sembilan juga memiliki PPZ yang independen. Delapan negeri lainnya tidak memiliki PPZ tersendiri, namun memiliki BM yang selain bertugas menyalurkan juga menghimpun zakat. Ini menandakan, pengelolaan zakat di Malaysia itu tidak secara nasional. Ke-14 negeri bagian itu diberi hak mengelola zakatnya masing-masing.
Secara umum, model kelembagaan zakat di Malaysia terbagai jadi tiga kelompok setelah dibentuknya PPZ ini, yaitu, korporasi, semi korporasi, dan badan usaha milik negara. Penghimpunan dan penyaluran zakat yang dilakukan oleh korporasi atau PPZ berada di Selangor, Serawak, dan Pulau Pinang. Sementara yang dilakukan oleh semi korporasi penghimpunan zakat oleh PPZ, tapi penyalurannya oleh MAI (Baitul Maal) berada di Kuala Lumpur, Negeri Sembilan, dan Pahang. Sedangkan yang dilakukan oleh badan usaha milik negara, penghimpunan dan penyaluran zakatnya dilakukan oleh MAI (pemerintah) atau Baitul Maal di tujuh negara bagian sisanya.
Karena pengelolaan zakat ada di masing-masing negara bagian, regulasinya juga berbeda-beda. Ini memungkinkan terjadinya perbedaan penafsiran. Misalnya, penafsiran nisab, harta wajib zakat, sanksi untuk muzaki yang tidak membayar zakat, dan definisi delapan mustahik yang disebutkan dalam Al-Quran.
Karena lembaga zakatnya independen di masing negara bagian, maka pada Maret 2004 Perdana Menteri Badawi mendirikan Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji (Jawazh). Jawazh ini ada di bawah kantor Perdana Menteri dan menjalankan fungsi koordinasi seluruh lembaga zakat di Malaysia. Dengan adanya koordinasi ini, pengelolaan zakat Malaysia tergolong berhasil, terutama dalam hal penghimpunan zakat. Semua jenis zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada lembaga pengelola zakat di Malaysia mendapat insentif sebagai pengurang pajak. Di samping itu, terdapat budaya kerja BM yang berorientasi profesional dimana karyawan diposisikan sebagai aset, bekerja secara tim, dan dibekali oleh pelatihan-pelatihan. Dalam operasional BM, pemerintah memberikan anggaran tersendiri. Dengan adanya dana tambahan dari pemerintah itu, maka makin banyak dana yang bisa digunakan untuk membantu kaum dhuafa, baik berupa dana pendidikan maupun berbagai latihan keterampilan, seperti menjahit, bengkel, dan catering lewat Institut Kemandirian yang didirikan BM. BM juga membangun Institut Profesional dan Institut Pengajian Tinggi. Dengan membangun berbagai hal itu, nyatanya dana BM masih berlebih. Maka, dana berlebih ini diinvestasikan ke berbagai bisnis, seperti perdagangan dan perumahan. Mengikuti struktur politik di Malaysia, zakat dikelola oleh masing masing negeri (negara bagian) dan negeri mempunyai hak dan kewajiban penuh dalam mengelola zakat. Selain sebagai pengelola, penanggung jawab pengelolaan dan pelaksanaan zakat di Malaysia, Pemerintah melalui perwakilan kerajaan negeri juga berperan dalam membuat regulasi dalam bentuk undang-undang zakat. Undang-undang tentang zakat dibuat oleh Majelis Perundang-undangan Negeri. Setiap negeri bebas untuk membuat perundang-undangan zakat, namun harus berada dalam wilayah undang undang syariat Islam Negeri.
Kebebasan dalam kompetensi pembuatan undang-undang zakat ini, berakibat pada beragamnya beberapa aspek pengelolaan zakat dan cara penegakan hukumnya. Selangor dan Wilayah Persekutuan telah menetapkan hukuman bagi kesalahan tidak membayar zakat dalam akta atau undang undang kesalahan pidana syariah. Perkara-perkara yang ada dalam undang undang boleh ditegakkan hukumannya. Namun demikian, jika peraturan zakat itu hanya dalam bentuk tambahan addendum (facia enakmen) dan tidak dimasukkan ke dalam Lembaran Negara, maka tidak boleh ditegakkan hukumannya. Berkaitan dengan undang-undang zakat di Malaysia, ada tiga aspek utama berkaitan dengan undang-undang zakat di Malaysia. Pertama, jenis-jenis zakat yang dikumpulkan oleh lembaga resmi. Kedua, dakwaan pada pelanggaran pelaksanaan zakat. Ketiga, bentuk serta jumlah hukuman dan denda yang boleh dikenakan.
Organisasi pengeloaan zakat di Malaysia berdiri pada bulan Mei 1989 dengan nama Pusat Pungutan Zakat (PPZ). PPZ sebagai organisasi yang diamanahkan untuk mengambil zakat bagi pihak baitu mal MAIWP, juga berperan melaksanakan proyek berbentuk kebajikan/ kemanusiaan kepada umat Islam di dalam dan luar negeri. Proyek dan program yang dilaksanakan oleh PPZ sebagai bukti keprihatinan dan kepeduliannya terhadap masalah umat, yaitu:
- Mewujudkan Skuad Bantuan Kecemasan (SBK) untuk membantu korban-korban bencana alam di sekitar Kuala Lumpur dalam waktu 24 jam setelah kejadian.
- Mendirikan pusat dialisasi PPZ-MAIWP untuk membantu pembiayaan biaya pengobatan hemodialisasi bagi pasien ginjal yang kurang mampu.
- Bekerjasama dengan pihak baitul mal Nanggroe Aceh Darussalam membiayai kehidupan 265 anak-anak yatim di Aceh pasca tsunami, melaui perhimpunanan dana yang disalurkan dari seluruh donatur di Malaysia.
- Memberikan makanan dan minuman bergizi secara gratis kepada golongan dhaif dan fakir miskin di Kuala Lumpur seminggu sekali kecuali di bulan Ramadhan.
- Menyumbangkan buku-buku agama Islam kepada umat Islam di Kamboja sebagai usaha memelihara akidah mereka yang hidup miskin sebagai akibat sikap pemerintah yang kurang peduli tentang kehidupan masyarakat muslim di sana.
Sumber :
Setyani Octavia, dkk. MANAJEMEN ZISWAF DUNIA. Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti. 2020