Kendala Serta Solusi Pengembangan Wakaf Uang Sebagaimana Diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Potensi wakaf uang sangat besar untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, namun demikian terdapat beberapa kendala dalam pengembangan wakaf
uang untuk pengelolaan wakaf di Indonesia. Adapun kendala-kendala tersebut antara
lain :
1. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai wakaf uang
Masyarakat pada umumnya masih beranggapan bahwa wakaf berupa harta
tetap atau tidak habis pakai. Hal ini menjadi kendala sosialisasi hukum wakaf tunai
khususnya di perdesaan. Hal ini sebagiamana dikemukakan oleh Ketua Divisi
Humas, Sosialisasi, dan Literasi (Husoli) BWI Atabik Luthfi yang menyatakan
bahwa masyarakat masih beranggapan wakaf adalah harta tak bergerak, wakaf itu
tanah, masjid, kuburan. Wakaf uang masih asing bagi masyarakat perdesaan. Hal
itu tidak lain lantaran wakaf masih dianggap sebagai barang tak bergerak. Padahal,
perkembangan zaman sudah berbeda dari masa Rasulullah SAW.
Melihat perkembangan ekonomi dan kebutuhan, wakaf tak bergerak tetap
harus memperhatikan kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh benda memang
bersifat kekal, tetapi jika terbengkalai sama saja tidak memberi manfaat pada umat.
Dengan adanya wakaf uang, hasil pengelolaan wakaf uang dapat dimanfaatkan
untuk mendayagunakan tanah wakaf yang terbengkalai tersebut.
Solusi untuk mengatasi kendala tersebut adalah bahwa pihak BWI bersama
pihak terkait dalam hal ini adalah LKS-PWU maupun nazhir harus terus
menyosialisasikan hukum wakaf tunai dan manfaatnya pada masyarakat. Salah satu
upaya yang sudah dilakukan yakni program wakaf goes to campus, wakaf goes to
community atau wakaf goes to society. Dengan demikian, para tokoh agama di
pedesaan lebih terbuka memandang hukum wakaf tunai.
2. Kurang profesionalnya nazhir dalam pengelolaan wakaf uang
Keberhasilan pengembangan wakaf uang banyak ditentukan oleh
kemampuan nadzir yang profesional dan amanah dalam mengelola dan
mengembangkan wakaf uang. Nazhir yang akan mengelola wakaf tunai pun tidak
boleh asal-asalan karena menyangkut pengelolaan dana amanah umat. Persoalan
profesionalisme nadzir masih menjadi kendala pengelolaan wakaf di Indonesia saat
ini. Banyak nadzir di Indonesia yang tidak mempunyai kemampuan yang memadai,
sehingga harta wakaf tidak berfungsi secara maksimal, bahkan tidak memberi
manfaat sama sekali kepada sasaran wakaf.
Solusi untuk mengatasi hambatan terkait kelemahan nazhir adalah
peningkatan kualitas nazhir. Nazhir tidak hanya harus memahami dan menghayati
pengetahuan agama dan kebijakan negara untuk menahan diri agar tidak melakukan
perbuatan yang dilarang agama dan Negara. Nazhir sebagai pemimpin usaha atau
manajer bertugas berdasarkan perencanaan yang matang yang telah di susun
sebelumnya dan mengaturnya agar perencanaan tersebut berjalan semestinya.
Nazhir sebagai pelaksana, pengelola dan pengembang wakaf yang hanya berpikir
tentang bagaimana supaya wakaf mendatangkan hasil yang sebesar-besarnya sesuai
dengan syariah.
Wakaf di Indonesia diarahkan sesuai kebijakan negara produktif untuk
kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. Untuk bisa mencapainya,
nazhir harus memahami dan menghayati pengetahuan agama dan kebijakan negara,
juga memahami ilmu umum berbasis ekonomi dan bisnis profit oriented sesuai
syariah, memiliki kemampuan entrepreneurship (nilai dan jiwa wirausaha);
memiliki kepemimpinan yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan
keuntungan, merancang visi dan strategi berdasarkan perhitungan pragmatis dan ekonomis perhitungan untung rugi; mempunyai prinsip tidak selalu bergantung
pada modal tetapi bagaimana menciptakan sesuatu misalnya yang kering menjadi
basah, yang tandus menjadi subur, yang tumbuh menjadi berkembang;
berkemampuan mengajak orang lain mau bekerjasama berdasarkan perencanaan
yang telah disesuaikan dan mengaturnya agar berjalan semestinya. Nazhir juga
harus memiliki keterampilan melakukan analis pengambilan keputusan, berani
mengambil resiko, mampu melihat dan menilai sebuah peluang yang terhampar di
depannya, menciptakan kesempatan (opportunity creator), memiliki ide-ide baru
yang orisinal (innovator), kemampuan beradaptasi, keterampilan teknologi
informasi dan komunikasi, memiliki manajemen yang kuat, pemecahan masalah,
serta berani menanggung resiko.
Nazhir yang tidak memenuhi kualifikasi dan standar serta memahami ilmuilmu tersebut sesungguhnya sudah tidak relevan dengan tuntutan kemanjuan dan
kebijakan negara yang telah membuka akses seluas-luasnya memajukan wakaf di
Indonesia. Oleh karena itu, dan BWI yang mempunyai tugas dan fungsi
(wewenang) melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf serta pemberhentian dan pengangkatan Nazhir
harus bertindak dan berbuat konkrit menciptakan Nazhir yang profesional dan
amanah.
3. Kurangnya kemampuan praktisi wakaf dalam pengembangan wakaf uang
Ada banyak unsur yang saling mempengaruhi dan menentukan suksesnya
pengembangan wakaf uang di Indonesia, yaitu unsur pemerintah, unsur BWI, unsur
LKS-PWU, unsur Wakif dan unsur Nazhir.Persoalan pengebangan wakaf uang di
Indonesia sebenarya berada di sekitar praktisi wakaf sendiri yaitu Pemerintah,
LKS-PWU, BWI, dan Nazhir. Para praktisi wakaf harus memiliki kemauan dan
kemampuan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, profesional dan
amanah. Permasalahan tersebut bermuara pada dua hal, yaitu apakah praktisi wakaf
di Indonesia telah memahami dan menyadari bahwa wakaf merupakan bagian dari
ajaran Islam yang bernilai tinggi di dalamnya mengandung potensi ekonomi yang
luar biasa besarnya yang dapat mensejahterakan umat, bangsa dan negara
Indonesia? dan mampukah praktisi wakaf di Indonesia mengelola dan mengembangkan wakaf di Indonesia yang potensinya luar biasa yang dapat
mensejahterakan umat, bangsa dan negara Indonesia tersebut ? Bila kedua
pertanyaan tersebut dapat dijalankan oleh praktisi wakaf dengan baik, maka wakaf
yang telah menjadi kebijakan negara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis
harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum akan
tercapai. Namun apabila praktisi wakaf di Indonesia tidak mampu menjalankan
tugas dan fungsinya dengan baik, maka tujuan kebijakan wakaf tidak akan tercapai.
Pada konteks wakaf uang di Indonesia saat ini, bahwa hambatan utama
pembangunannya bukan lagi pada image wakaf di Indonesia umumnya umat Islam
berwakaf secara tradisional/konvensional tetapi terletak pada praktisi wakaf
termasuk negara sebenarnya kurang dan tidak cepat beradaptasi membuat kebijakan
wakaf sesuai dengan tuntutan kemajuan.
Solusi untuk mengatasi hambatan tersebut adalah bahwa semua praktisi
wakaf harus membekali diri dengan pengetahuan mengenai wakaf uang.
Kedepannya, untuk kesuksesan dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf uang
di Indonesia, maka semua praktisi wakaf terlebih Nazhir harus mampu mengelola
dan mengembangkan wakaf secara profesional dan amanah serta sinergitas,
sehingga pengelolaan dan pengembangan wakaf di Indonesia sukses. Tidak sulit
merubah pandangan masyarakat tentang wakaf uang asalkan masyarakat diberikan
penjelasan yang dapat mengetuk hati dan pikiran bahwa berwakaf tidak hanya
benda tidak bergerak tanah seperti masjid, langgar, musolla, madrasah, rumah
yatim piatu, kuburan dan lain sebagainya, tetapi juga wakaf benda bergerak seperti
uang, logam mulia, surat berharga, HAKI, hak sewa, kendaraan dan lain sebagainya
dimana nilai pahalanya sama, maka umat Islam akan mengikutinya.
Sumber : Sulistyani,dkk.2020.PELAKSANAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF UANG
DI INDONESIA.UNIVERSITAS SEMARANG. Diakses tanggal 07 Oktober 2022


