Lembaga zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ziswaf) berperan strategis untuk meningkatkan ekonomi kaum dhuafa. Salah satunya adalah melibatkan peran serta masyarakat dari berbagai usia untuk menggiatkan keterlibatan mereka dalam gerakan ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, generasi milenial adalah mereka yang dikelompokkan lahir pada tahun 1981-1996, sedangkan generasi Z adalah mereka yang yang lahir pada tahun 1997-2012. Adapun jumlah generasi milenial berdasarkan sensus penduduk dari BPS di tahun 2020 mencapai 25,87 persen, sedangkan generasi Z mencapai 27,94 persen populasi.
Jika generasi milenial digabungkan dengan generasi Z yang berdasarkan sensus penduduk 2020 tadi, total populasi dari kedua generasi ini mencapai 145,39 juta jiwa atau biasa dikenal dengan istilah bonus demografi.
Pengamat ekonomi syariah dari Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono, menilai bonus demografi yang luar biasa dari jumlah generasi Z dan milenial memang merupakan peluang emas bagi masa depan dunia filantropis zakat.
“Tapi, kita harus mempersiapkan peluang itu dengan sejumlah persiapan yang matang,” kata Yusuf saat dihubungi Republika, belum lama ini.
Menurut dia, dalam menyongsong peluang zakat dalam bonus demografi, diperlukan literasi zakat secara komprehensif melalui dua instrumen. Pertama adalah pengetahuan dan keagamaan yang dapat dimulai dari basis keluarga dan juga lingkungan.
Di dalamnya adalah sekolah, masjid, pesantren, maupun lembaga-lembaga ekstrakurikuler, seperti rohis. Kedua adalah literasi dapat dilakukan dengan meningkatkan kepedulian sosial.
Kepedulian sosial dapat terbangun dengan beragam faktor pemicu. Pihaknya pun menyampaikan bahwa salah satu upaya dalam membangun kepedulian sosial di kalangan dua generasi ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan generasi-generasi tersebut dalam kegiatan kerelawanan sejumlah LAZ di Tanah Air.
“Libatkan generasi Z dan milenial dalam kegiatan kerelawanan, jangan hanya diajak untuk berdonasi, sehingga nanti terpatri di hati mereka tentang zakat, maka kelak ketika mereka sudah berpendapatan, mereka bisa menjadi donatur yang loyal,” ungkapnya.
Deputi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Arifin Purwakananta mengatakan, sebagai negara demokrasi terbesar keempat di dunia, rakyat Indonesia mempunyai semangat saling membantu yang tinggi. Lembaga filantropi seperti Baznas berperan strategis untuk membantu pemulihan ekonomi nasional.
“Filantropi ini bisa diandalkan untuk bangkit dari krisis. Tahun ini memang ada kegaduhan (akibat kasus ACT), 44 persen penduduk sempat tidak percaya kepada lembaga filantropi. Tapi, pada Desember ini bisa naik 20-30 persen kepercayaan masyarakat,” kata Arifin.
Pemberdayaan mustahik
Di sisi lain, Baznas juga meluncurkan Balai Ternak Baznas Kelompok Unggas di Madiun pada akhir pekan lalu. Melalui program tersebut, Baznas membantu mustahik menjadi peternak unggas agar bisa menjadi muzaki yang memiliki sumber penghasilan tetap serta taat beragama.
Ketua Baznas Kabupaten Madiun Muhammad Ahsin Sakhok Yahya menyampaikan akan ada tiga titik balai ternak unggas untuk puluhan mustahik di Madiun. Balai ternak unggas di Dusun Mojo, Desa Suluk, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, adalah titik pertama sebagai percontohan untuk 17 mustahik.
“Setiap mustahik nanti akan mendapatkan bantuan 3.000 unggas, jadi totalnya sekitar 51 ribu unggas untuk 17 orang, ini masih tahap pertama,” kata Gus Ahsin.
Berdasarkan informasi dari Baznas Pusat, akan ada 30 mustahik yang mengelola balai ternak unggas. Balai ternak di titik pertama masih dikelola oleh 17 orang. Sebanyak 17 mustahik yang mengelola balai ternak unggas ini dipilih langsung oleh Baznas Pusat dan mitranya berdasarkan hasil survei.
Sumber : https://www.republika.id/posts/35954/generasi-z-dan-ziswaf